APA ITU BULLYING?
I. Pendahuluan
Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap
hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan anak telah banyak diterbitkan, namun dalam implementasinya di lapangan masih menunjukkan adanya berbagai kekerasan
yang menimpa pada
anak antara lain adalah bullying.
Bullying (dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “penindasan/risak”) merupakan
segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok
orang yang lebih
kuat atau berkuasa
terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti
dan dilakukan secara terus menerus.
Terdapat banyak definisi mengenai bullying,
terutama yang terjadi dalam konteks lain seperti di rumah, tempat kerja, masyarakat, komunitas virtual.
Namun dalam hal ini dibatasi dalam konteks school
bullying atau bullying di sekolah.
Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mendefinisikan
school
bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang
atau sekelompok siswa
yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Kasus bullying yang kerap
terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia kian
memprihatinkan. Hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah
Karakter tahun 2014 menyebutkan, hampir setiap sekolah
di Indonesia ada kasus bullying, meski hanya bullying verbal dan psikologis/mental. Kasus-kasus senior menggencet junior terus bermunculan. Statistik kasus pengaduan
anak di sektor pendidikan dari Januari
2011 hingga Agustus 2014 tergambar sbb: Tahun 2011 terdapat 61, tahun 2012 terdapat 130 kasus, tahun 2013 terdapat
91 kasus,
tahun 2014 terdapat
87 kasus.
Bullying dapat dikelompokkan ke dalam 6 kategori:
· Kontak fisik
langsung.
Tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit,
mencakar, juga termasuk
memeras dan merusak
barang yang dimiliki
orang lain.
· Kontak verbal langsung.
Tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put- downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.
· Perilaku non-verbal langsung.
Tindakan melihat dengan
sinis, menjulurkan lidah,
menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal.
· Perilaku non-verbal tidak langsung.
Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi
retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.
· Cyber Bullying
Tindakan menyakiti orang
lain dengan sarana
media elektronik (rekaman
video intimidasi, pencemaran nama baik lewat
media social)
· Pelecehan seksual.
Kadang tindakan pelecehan
dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.
Dampak
Dampak bullying dapat mengancam
setiap pihak yang terlibat, baik anak- anak yang di-bully,
anak-anak yang mem-bully, anak-anak
yang menyaksikan bullying, bahkan
sekolah dengan isu bullying secara
keseluruhan. Bullying dapat
membawa pengaruh buruk terhadap kesehatan
fisik maupun mental anak. Pada kasus yang berat, bullying dapat
menjadi pemicu tindakan
yang fatal, seperti
bunuh diri dan sebagainya. Dampak dari bullying adalah:
a.
Dampak bagi korban.
-
Depresi dan marah
-
rendahnya tingkat kehadiran dan rendahnya prestasi
akademik siswa,
-
Menurunnya skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan
analisis siswa.
b.
Dampak bagi pelaku.
Pelaku memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung
bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak
keras, mudah marah dan impulsif,
toleransi yang rendah terhadap frustasi. Memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan
kurang berempati terhadap targetnya. Dengan
melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika
dibiarkan terus menerus
tanpa intervensi, perilaku
bullying ini dapat
menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku
kriminal lainnya.
c.
Dampak bagi siswa lain yang menyaksikan bullying (bystanders).
Jika bullying dibiarkan tanpa
tindak lanjut, maka para siswa lain yang menjadi penonton
dapat berasumsi bahwa bullying adalah perilaku
yang diterima secara
sosial. Dalam kondisi
ini, beberapa siswa mungkin akan bergabung dengan penindas karena takut menjadi
sasaran berikutnya dan beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan apapun dan yang
paling parah mereka merasa tidak perlu menghentikannya.
II. Permasalahan
1)
Anak yang memiliki kontrol
diri yang rendah,
berpotensi menjadi :
a)
Pembully karena sebelumnya menjadi korban kekerasan dan menganggap dirinya
selalu terancam dan biasanya bertindak menyerang sebelum diserang, tidak memiliki perasaan
bertanggungjawab terhadap tindakan
yang telah dilakukan, serta selalu ingin mengontrol dan mendominasi dan tidak menghargai orang lain. Mereka
melakukan bullying sebagai
bentuk balas dendam.
b)
Korban
bully berkaitan dengan ketidakmampuan atau kekurangan korban dari aspek fisik, psikologi
sehingga merasa dikucilkan.
2)
Keluarga permisif terhadap perilaku
kekerasan, yang ditunjukkan dengan orangtua yang sering bertengkar dan melakukan tindakan yang agresif,
serta tidak mampu memberikan pengasuhan yang baik.
3)
Teman sebaya yang menjadi
supporter/penonton yang secara tidak langsung
membantu pembully memperoleh dukungan kuasa, popularitas dan status.
4)
Sekolah, lingkungan sekolah dan kebijakan sekolah
mempengaruhi aktifitas, tingkah
laku serta interaksi
pelajar di sekolah.
Rasa aman dan dihargai merupakan
dasar pencapaian akademik
yang tinggi di sekolah, jika hal ini tidak dipenuhi
maka pelajar akan bertindak mengontrol lingkungan dengan melakukan
tingkah laku anti social seperti melakukan bully. Manajemen dan
pengawasan disiplin sekolah yang lemah juga mengakibatkan munculnya bullying di sekolah.
5)
Media massa sering menampilkan adegan kekerasan yang juga mempengaruhi tingkah laku kekerasan
anak dan remaja.
Solusi mengatasi permasalahan:
Upaya yang harus dilakukan
untuk mengatasi bullying
meliputi program pencegahan dan penanganan menggunakan intervensi pemulihan sosial
(rehabilitasi).
A.
Pencegahan
Dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, dimulai
dari anak, keluarga,
sekolah dan masyarakat.
1)
Pencegahan
melalui anak dengan melakukan pemberdayaan pada anak agar :
a.
Anak mampu mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya bullying
b. Anak
mampu melawan ketika terjadi bullying
pada dirinya
c.
Anak mampu memberikan bantuan
ketika melihat bullying
terjadi (melerai/mendamaikan, mendukung
teman dengan mengembalikan kepercayaan, melaporkan
kepada pihak sekolah, orang tua, tokoh masyarakat)
2)
Pencegahan melalui
keluarga, dengan meningkatkan ketahanan keluarga
dan memperkuat pola pengasuhan. Antara lain :
a.
Menanamkan nilai-nilai keagamaan
dan mengajarkan cinta kasih antar sesama
b.
Memberikan lingkungan yang penuh kasih sayang sejak dini dengan memperlihatkan cara beinterakasi antar anggota keluarga.
c.
Membangun rasa percaya diri anak, memupuk
keberanian dan ketegasan anak serta mengembangkan
kemampuan anak untuk bersosialiasi
d.
Mengajarkan etika terhadap
sesama (menumbuhkan kepedulian dan sikap menghargai), berikan
teguran mendidik jika anak melakukan
kesalahan
e.
Mendampingi anak dalam menyerap
informasi utamanya dari media televisi,
internet dan media elektronik lainnya.
3) Pencegahan
melalui sekolah
a.
Merancang dan membuat desain
program pencegahan yang berisikan pesan
kepada murid bahwa
perilaku bully tidak diterima di sekolah dan membuat kebijakan
“anti bullying”.
b. Membangun komunikasi
efektif antara guru dan murid
c.
Diskusi dan ceramah mengenai
perilaku bully di sekolah
d.
Menciptakan suasana
lingkungan sekolah yang
aman, nyaman dan kondusif.
e.
Menyediakan bantuan kepada murid yang menjadi korban bully.
f.
Melakukan pertemuan berkala dengan orangtua atau komite sekolah
4)
Pencegahan
melalui masyarakat dengan membangun kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak dimulai dari tingkat desa/kampung (Perlindungan Anak Terintegrasi Berbasis
MAsyarakat : PATBM).
B. Penanganan menggunakan intervensi pemulihan sosial (rehabilitasi)
Merupakan proses intervensi yang memberikan gambaran yang jelas kepada pembully bahwa tingkah laku bully
adalah tingkah laku yang tidak bisa dibiarkan berlaku di sekolah.
Pendekatan pemulihan
dilakukan dengan mengintegrasikan kembali
murid yang menjadi
korban bullying dan
murid yang telah melakukan tindakan
agresif (bullying) bersama
dengan komunitas murid lainnya ke dalam komunitas
sekolah supaya menjadi
murid yang mempunyai
daya tahan dan menjadi anggota
komunitas sekolah yang patuh dan berpegang teguh pada peraturan dan nilai-nilai yang berlaku.
Program pendekatan pemulihan
sosial ini mempunyai
nilai utama yaitu penghormatan, pertimbangan dan partisipasi. Prinsip
yang digunakan adalah :
1)
Mengharapkan yang terbaik dari orang lain
2)
Bertanggungjawab terhadap
tingkah laku dan menghargai perasaan
orang lain
3)
Bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukan
4)
Peduli kepada orang lain